Skip to main content

Posts

One of Love Letters

#2 lesson : Many times, we failed to notice love until we understand the different ways to show it.  My childhood memories might be a blur. One thing for certain, those times were filled with abundance of love. A family has been everyone's greatest blessing, at least it is how it should be. If the sun is the center of the universe, then love could be the center of happiness. Fragments of my happiness left within my memory; times when I didn’t need big reasons to simply laugh and smile, how unnecessary fights left as an object to laugh about. I hope my brain could hold those memories until forever.  Time cannot be stopped, nor brain can always remember all of things, but so often about what we want to forget. Even so, your heart can still remember the past happy feelings. Thus, some choose to capture moments, hanging it around in small frames; to overcome the fear of the inability on holding too many feelings and emotions. Rarely, they just write.  Life itself consists of how it beg
Recent posts

a Firstborn Child

#1 Lesson  :  We all have our moments. So do not get upset when someone is faster than you.  There are a lot of stages of life, from you are born until your time to leave. Not so long ago, I have just graduated. Some pages of my story have been filled with much joy, happiness, laughter, and love. Sometimes, sadness and remorse are meant to exist. In yours too. We simply learn from what we are all going through and eventually we will grow, become so much more than now. Graduated at 21 years old is just a common thing. On the other hand, my sister finished her bachelor’s degree in her twenty at the same time as me.  From there, so many things gradually change. Fastly, she has joined a company that my father owns. Small talks that happened, comments, and jokes are just related to their works’ surroundings. I feel left out. At the time, thinking if I am not choosing this major, I shall join the company too. This kind of destiny somehow making me think less of myself. Insecurities. I am hap

Sekat Tanpa Batas

Bicara Tentang Perasaan Batasan dalam merasakan ternyata juga diperlukan. Sulit saat perasaan bahagia berangsur menjadi sedih. Mudah saat perasaan sedih berbayar dengan kebahagiaan. Maka dari sekian cerita, ada senyum kepedihan juga air mata kemenangan. Kadang, keduanya tidak diterjemahkan demikian karena tidak semua orang perlu mengetahui kisahnya disuatu keadaan. Mana yang lebih bahagia? Tawa menyenangkan atau tangis mengharukan ? Lebih menyedihkan senyum kepedihan atau air mata tak terhentikan ? Kenapa pula harus dibandingkan… Pada buku goodbye, things! Fumio Sasaki berkata, “Kebahagiaan yang mampu kita rasakan nempunyai batas;” Tapi, apa mungkin beberapa masih tidak menyadari tentang hal itu? Hingga suatu kebahagiaan dapat berujung pada kehilangan yang lepas kendali. Rasa bahagia, sangat mudah membuat kita lupa tentang waktu dan Sang Pencipta. Saat bahagia, kita bisa jadi tidak kehilangan apa-apa, melainkan diri sendiri. Seolah-olah yang dirasakan hanya kebahagiaan hingga jiwa k

Ungkapan dari (tanpa) Suara

Bagaimana mendengar sebuah rahasia yang tidak pernah bersuara?  Kaki manusia menapaki permukaan bumi, sebuah kenyataan bahwa gravitasi dan kerendahan hati menjadi ‘awal’ untuk mengukir perjalanan hidup lebih meringankan. Segala arah yang dituju merupakan pertimbangan dan pemikiran dari kebutuhan atau keinginan. Kemudian, manusia akan bercerita mengenai perasaannya sebagai jawaban dari sebuah perjalanan. Ya, tujuan tidak selalu berwujud tempat, perasaan selalu mampu mengambil alih kedudukan dari keindahan yang terlihat. Beberapa tempat singgah pun kelak menjadi kenangan dan pemandangan adalah teman berbicara –sudah pukul berapa? Malam? Siang? Atau pagi? –mungkin… begitu. Melangkah pada kehidupan, seperti berjalan tanpa alas kaki; kita mengetahui dan merasakan apa yang kita pijak –bahkan jika sudah terasa hambar . Merencanakan sesuatu pun akan terasa sebagaimana mencari jalan keluar dalam hutan belantara; kita tidak pernah tahu apa yang sebenarnya telah hadir menunggu. Begitu cara merek

The Tall Building Without Capacity

Bangunan menjulang tinggi berlomba mencapai langit; karena tanah yang dibeli tidak cukup luas untuk bisa menampung keinginannya. Tersusun ruangan-ruangan dengan segala bentuk, ada yang lebih luas juga ada yang lebih sempit, tapi tetap saja semua terkesan cukup jika barang-barang yang dibeli bukan karena rasa tamak –bukan sebatas keinginan semata. Saking tingginya, awan-awan menjadi pemandangan untuk siapapun yang hadir pada bangunan itu, bahkan mereka dapat melihat bulan lebih dekat dibanding orang lain kebanyakan. Jika, bangunan ini adalah tempat tinggal maka ia tidak akan pernah kosong; tapi sayang, tidak banyak yang menjadikannya sebagai tempat tinggal. Love is like a building without definite capacity . S eperti bangunan tanpa kapasitas, cinta demikian adanya. Bertambahnya kecintaan terhadap sesuatu akan menentukkan porsi pada bangunan itu. Ia dapat menambah ruang baru, memperluas ruangannya sendiri, dan deretan nama akan menjadi ‘barang’ diruangan yang sudah ditentukkan. Mereka, d

Malam dan Kebahagiaannya

Kebahagiaan Dalam Bentuk yang Tidak Menyenangkan      Langit malam penuh dengan sekelompok bintang, ada yang menyendiri, ada yang memutuskan untuk tidak bersinar padahal ia tetap setia pada posisinya. Sejuta hari telah dilewati jiwa yang mengisi kehidupan seorang bintang, tapi sinarnya yang terlalu sedikit tidak mungkin mencapai sosok yang benar-benar ia ingin sinari, ‘Andai jiwa ini ada ditubuh kehangatan malam yang bersinar luas –menjadi dirimu, Bulan.’ Kehangatan bulan mulai menyoroti wajah bintang mungil dan kecil itu, ‘Hidup terlalu banyak seandainya…banyak hal yang membuat jiwa menjadi lebih redup termasuk kata-kata pengandaian…’      Bulan ternyata mempunyai jalannya sendiri untuk bisa menerima keadaan yang ‘kurang’, ia tidak dianugerahkan sinar miliknya sendiri; ia hanya meminjamnya dari sosok baik Matahari. Namun, keadaan tidak menyenangkan ini bukan untuk tidak dibahagiakan. Dari sinar itu, ia sadar mengenai bahagia-bahagia yang terlalu sering bersembunyi bahkan dalam bentuk

Tentang Segelas Kehidupan

Ada sebuah kutipan yang membuka pemikiran menuju ide dan solusi cemerlang dari manusia-manusia pintar muka bumi. Kata Albert Einstein, “Once we accept out limits, we go beyond them” Bagaimana caranya melampaui batas yang seharusnya menjadi kekurangan dan kelemahan? Sebagian akan menebak, bahwa kutipan ini hanyalah sifat optimistik dan cara bicara orang-orang sukses yang membuatnya terkesan sangat berdampak. Manusia tentu memiliki derajat tertinggi dibandingkan makhluk lainnya, lebih pintar dari binatang, memiliki kehendak sendiri tidak seperti tumbuhan. Ketiganya pun memiliki cara berbeda dalam menjalani hidup masing-masing. Dalam definisi yang sangat sederhana, kehidupan tiap manusia dapat diumpakan sebagai sebuah ‘gelas’ – dia bisa diisi dengan apa saja . Ada titik dia sudah penuh, ada juga saat dia kosong, tapi satu hal yang kita perlu tahu bahwa mencapai titik terlalu penuh dapat membuat sebagian hal menjadi sia-sia. Kecuali, jika ada tanaman dibawah gelas yang terlalu penuh itu –