Skip to main content

The Tall Building Without Capacity

Bangunan menjulang tinggi berlomba mencapai langit; karena tanah yang dibeli tidak cukup luas untuk bisa menampung keinginannya. Tersusun ruangan-ruangan dengan segala bentuk, ada yang lebih luas juga ada yang lebih sempit, tapi tetap saja semua terkesan cukup jika barang-barang yang dibeli bukan karena rasa tamak –bukan sebatas keinginan semata. Saking tingginya, awan-awan menjadi pemandangan untuk siapapun yang hadir pada bangunan itu, bahkan mereka dapat melihat bulan lebih dekat dibanding orang lain kebanyakan. Jika, bangunan ini adalah tempat tinggal maka ia tidak akan pernah kosong; tapi sayang, tidak banyak yang menjadikannya sebagai tempat tinggal.

Love is like a building without definite capacity. Seperti bangunan tanpa kapasitas, cinta demikian adanya. Bertambahnya kecintaan terhadap sesuatu akan menentukkan porsi pada bangunan itu. Ia dapat menambah ruang baru, memperluas ruangannya sendiri, dan deretan nama akan menjadi ‘barang’ diruangan yang sudah ditentukkan. Mereka, deretan nama itu, memiliki peran pada proses kehidupan, peran menjadi judul ditiap ‘ruangan’ seperti halnya ‘ruang makan’, ‘ruang belajar’, dan ‘kamar tidur’. Ruangan itu tidak pernah menjadi sempit, tetapi bisa menjadi tidak nyaman; ada beberapa ruangan yang memiliki kapasitas –bergantung pada judul yang kita berikan diawal. Tentu, bertambahnya anggota keluarga baru akan berbeda jika seseorang perempuan jatuh cinta dengan lebih dari satu hati. Tingkat bangunan pun memberi makna prioritas, kita memberi prioritas lebih tinggi kepada orang-orang yang kita lebih cintai –mungkin, mereka akan menempati lantai paling atas.

Bangunan sekokoh apapun bisa saja kosong, namun tidak akan hilang kecuali dirubuhkan paksa. And that is love. Even in a person full of hatred, there is love and the thing is, it is empty. Mencintai diri sendiri akan selalu menghidupkan bangunan itu, tanpa bergantung pada kehadiran orang lain.

Comments

Popular posts from this blog

a Firstborn Child

#1 Lesson  :  We all have our moments. So do not get upset when someone is faster than you.  There are a lot of stages of life, from you are born until your time to leave. Not so long ago, I have just graduated. Some pages of my story have been filled with much joy, happiness, laughter, and love. Sometimes, sadness and remorse are meant to exist. In yours too. We simply learn from what we are all going through and eventually we will grow, become so much more than now. Graduated at 21 years old is just a common thing. On the other hand, my sister finished her bachelor’s degree in her twenty at the same time as me.  From there, so many things gradually change. Fastly, she has joined a company that my father owns. Small talks that happened, comments, and jokes are just related to their works’ surroundings. I feel left out. At the time, thinking if I am not choosing this major, I shall join the company too. This kind of destiny somehow making me think less of myself. Ins...

One of Love Letters

#2 lesson : Many times, we failed to notice love until we understand the different ways to show it.  My childhood memories might be a blur. One thing for certain, those times were filled with abundance of love. A family has been everyone's greatest blessing, at least it is how it should be. If the sun is the center of the universe, then love could be the center of happiness. Fragments of my happiness left within my memory; times when I didn’t need big reasons to simply laugh and smile, how unnecessary fights left as an object to laugh about. I hope my brain could hold those memories until forever.  Time cannot be stopped, nor brain can always remember all of things, but so often about what we want to forget. Even so, your heart can still remember the past happy feelings. Thus, some choose to capture moments, hanging it around in small frames; to overcome the fear of the inability on holding too many feelings and emotions. Rarely, they just write.  Life itself consists of ...

Nilai dari Sebuah Komentar

Tubuh menjadi tempat manusia untuk bisa hidup. Merasakan yang namanya berwujud, bernafas, dan berdetak. Jika saat bercermin, kamu menemukan ketidaksempurnaan fisik. Hal itu tidak lebih dari kewajaran yang mengajarkan kita tentang rasa penerimaan. Suatu saat kita akan sadar, pada dasarnya semua ini hanya sebuah tempat singgah yang mau bagaimana pun diakhiri dengan kata selamat tinggal. Ya walaupun, beberapa manusia mudah untuk berkomentar tentang fisik yang sebenarnya hanya bagian eksternal dari diri kita. Mungkin juga, karena dianggap eksternal, komentar soal fisik tidak lagi sebuah hal tabu, ia suka disandingkan dengan kalimat-kalimat menyatakan bahwa yang dikatakan tidak lain adalah fakta. Bagaimana pun juga, berkomentar tidak pernah jadi suatu larangan, tapi apa yang kita coba komentari selalu saja bisa menggambarkan bagaimana cara kita memandang manusia lain. Seperti, saat seseorang berkomentar tentang cara berpakaian orang lain. Secara tidak langsung kita dapat berpikir bahwa ia s...