Bangunan menjulang tinggi berlomba mencapai langit; karena tanah yang dibeli tidak cukup luas untuk bisa menampung keinginannya. Tersusun ruangan-ruangan dengan segala bentuk, ada yang lebih luas juga ada yang lebih sempit, tapi tetap saja semua terkesan cukup jika barang-barang yang dibeli bukan karena rasa tamak –bukan sebatas keinginan semata. Saking tingginya, awan-awan menjadi pemandangan untuk siapapun yang hadir pada bangunan itu, bahkan mereka dapat melihat bulan lebih dekat dibanding orang lain kebanyakan. Jika, bangunan ini adalah tempat tinggal maka ia tidak akan pernah kosong; tapi sayang, tidak banyak yang menjadikannya sebagai tempat tinggal.
Love is like a building without definite capacity. Seperti bangunan tanpa kapasitas, cinta demikian adanya. Bertambahnya kecintaan terhadap sesuatu akan menentukkan porsi pada bangunan itu. Ia dapat menambah ruang baru, memperluas ruangannya sendiri, dan deretan nama akan menjadi ‘barang’ diruangan yang sudah ditentukkan. Mereka, deretan nama itu, memiliki peran pada proses kehidupan, peran menjadi judul ditiap ‘ruangan’ seperti halnya ‘ruang makan’, ‘ruang belajar’, dan ‘kamar tidur’. Ruangan itu tidak pernah menjadi sempit, tetapi bisa menjadi tidak nyaman; ada beberapa ruangan yang memiliki kapasitas –bergantung pada judul yang kita berikan diawal. Tentu, bertambahnya anggota keluarga baru akan berbeda jika seseorang perempuan jatuh cinta dengan lebih dari satu hati. Tingkat bangunan pun memberi makna prioritas, kita memberi prioritas lebih tinggi kepada orang-orang yang kita lebih cintai –mungkin, mereka akan menempati lantai paling atas.
Bangunan sekokoh apapun bisa saja kosong, namun tidak akan hilang kecuali dirubuhkan paksa. And that is love. Even in a person full of hatred, there is love and the thing is, it is empty. Mencintai diri sendiri akan selalu menghidupkan bangunan itu, tanpa bergantung pada kehadiran orang lain.
Comments
Post a Comment