Ada sebuah kutipan yang membuka pemikiran menuju ide dan solusi cemerlang dari manusia-manusia pintar muka bumi. Kata Albert Einstein, “Once we accept out limits, we go beyond them” Bagaimana caranya melampaui batas yang seharusnya menjadi kekurangan dan kelemahan? Sebagian akan menebak, bahwa kutipan ini hanyalah sifat optimistik dan cara bicara orang-orang sukses yang membuatnya terkesan sangat berdampak. Manusia tentu memiliki derajat tertinggi dibandingkan makhluk lainnya, lebih pintar dari binatang, memiliki kehendak sendiri tidak seperti tumbuhan. Ketiganya pun memiliki cara berbeda dalam menjalani hidup masing-masing. Dalam definisi yang sangat sederhana, kehidupan tiap manusia dapat diumpakan sebagai sebuah ‘gelas’ –dia bisa diisi dengan apa saja. Ada titik dia sudah penuh, ada juga saat dia kosong, tapi satu hal yang kita perlu tahu bahwa mencapai titik terlalu penuh dapat membuat sebagian hal menjadi sia-sia. Kecuali, jika ada tanaman dibawah gelas yang terlalu penuh itu –menumbuhkan bunga dan rerumput nan hijau; kita harus mengerti posisi kita pada kehidupan.
Sebuah gelas, memiliki keterbatasan soal ruang, ia tidak bisa menampung lebih dari kapasitasnya, dan kapasitas pada manusia bisa dimaksudkan sebagai sebuah takdir. Takdir bukan hanya soal ketentuan, saat menjalani hidup hadirlah takdir yang menjelma berbagai pilihan dan ‘risiko’ setelahnya. Ternyata, dinding-dinding pada gelas kehidupan jauh lebih fleksibel dari yang kita bayangkan. Perlu diingat, ini tidak terkait awal mula kehidupan –tentang siapa yang melahirkan kita, jenis kelamin, bahkan fisik pada tubuh kita. Terlalu banyak pilihan, kadang membuat manusia memilih untuk berdiam; terlalu banyak risiko yang berujung pada kebingungan. Biarlah, jika sudah terjadi. Ntah, gelasmu sudah atau belum penuh, semua ada pada pilihan hidupmu. Ada yang lebih familiar terkait jalan hidup seseorang, “There’s no coincidences and everything happens for a reason.” dan begitulah kita harus menerima kapasitas jalan hidup kita, tidak melulu semua berwujud sesuai harapan karena sejatinya segala sesuatu telah berporsi dengan alasan-alasan dibaliknya. Kelak kita menemukan keajaiban dari sebuah limitasi yang kita punya. Seperti, pesawat yang memberi kesempatan manusia untuk terbang. Seperti tabung oksigen yang membantu kita bernafas pada kedalaman laut –kita tidak butuh menumbuhkan insang ataupun sayap; cukup menerima diri sebagai manusia dan mencari ‘alernatif’ untuk bisa mewujudkannya.
Comments
Post a Comment