Skip to main content

Pertanyaan yang Melelahkan (1)

Sudah seberapa keras usaha yang saya perjuangkan? Saya rasa, semua pernah menanyakan hal tersebut kepada keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan. Sebagian bilang, itulah serangkaian ‘ujian’ hidup. Kata-kata seperti itu kadang membuat lelah dan rasanya semua yang diusahakan hanya sebatas terkait hasil. Tapi, sebagian pula berpikir bahwa lulus dari ‘ujian’ adalah kebanggaan, sebuah proses yang ditempuh untuk menjadi versi yang paling baik dari diri kita. Berbeda dengan ujian-ujian sekolah,‘ujian’ hidup tidak sesederhana ditanyakan lalu menjawab. Hidup tidak hanya terkait jawaban benar atau salah. Hidup seperti lembaran kertas kosong, dimana kita menulis pertanyaan dan menjawabnya sendirian dengan atau tanpa bantuan.

Apa yang kita akan tanyakan kepada diri sendiri? Sepertinya detik ini, kita akan menanyakan dan menggambarkan bagaimana masa depan yang akan dijalani. Namun, bukankah tidak ada yang benar-benar bisa menjawab? Hanya masa depan yang bisa menjawab pertanyaan tersebut. Tenang, menanyakan hal yang tidak diketahui memang akan jauh lebih mudah dipertanyakan. Kita sangat suka mempertanyakan masa depan bukan? Tanpa kita sadari bahkan saat umur 6 tahun orang disekitar akan menanyakan “Cita-citanya mau jadi apa?”

Saat kita mempertanyakan terlalu banyak pertanyaan, hidup akan terasa seperti pencarian. Pencarian atas jawaban-jawaban yang tidak pernah cukup memuaskan, hidup yang sedikit melelahkan. Menjadi orang yang tidak banyak bertanya mungkin bisa jadi solusi karena hidup sejatinya adalah perjalanan seseorang. Jadi ketika, kita akan menanyakan, Sudah seberapa keras usaha yang saya perjuangkan? Sungguh, hasilnya hanya akan dijawab oleh masa depan dan jawaban pertanyaan tadi hanya diketahui oleh dirimu sendiri. Ntah, memang usaha yang kurang, cukup, berlebih, bisa juga kurang tepat. Jangan selalu dipertayakan. Saya percaya, hasil milik setiap orang tidak bisa di-samaratakan dengan usaha yang sudah diperjuangkan.

Comments

Popular posts from this blog

a Firstborn Child

#1 Lesson  :  We all have our moments. So do not get upset when someone is faster than you.  There are a lot of stages of life, from you are born until your time to leave. Not so long ago, I have just graduated. Some pages of my story have been filled with much joy, happiness, laughter, and love. Sometimes, sadness and remorse are meant to exist. In yours too. We simply learn from what we are all going through and eventually we will grow, become so much more than now. Graduated at 21 years old is just a common thing. On the other hand, my sister finished her bachelor’s degree in her twenty at the same time as me.  From there, so many things gradually change. Fastly, she has joined a company that my father owns. Small talks that happened, comments, and jokes are just related to their works’ surroundings. I feel left out. At the time, thinking if I am not choosing this major, I shall join the company too. This kind of destiny somehow making me think less of myself. Ins...

The Tall Building Without Capacity

Bangunan menjulang tinggi berlomba mencapai langit; karena tanah yang dibeli tidak cukup luas untuk bisa menampung keinginannya. Tersusun ruangan-ruangan dengan segala bentuk, ada yang lebih luas juga ada yang lebih sempit, tapi tetap saja semua terkesan cukup jika barang-barang yang dibeli bukan karena rasa tamak –bukan sebatas keinginan semata. Saking tingginya, awan-awan menjadi pemandangan untuk siapapun yang hadir pada bangunan itu, bahkan mereka dapat melihat bulan lebih dekat dibanding orang lain kebanyakan. Jika, bangunan ini adalah tempat tinggal maka ia tidak akan pernah kosong; tapi sayang, tidak banyak yang menjadikannya sebagai tempat tinggal. Love is like a building without definite capacity . S eperti bangunan tanpa kapasitas, cinta demikian adanya. Bertambahnya kecintaan terhadap sesuatu akan menentukkan porsi pada bangunan itu. Ia dapat menambah ruang baru, memperluas ruangannya sendiri, dan deretan nama akan menjadi ‘barang’ diruangan yang sudah ditentukkan. Mereka, d...

Sekat Tanpa Batas

Bicara Tentang Perasaan Batasan dalam merasakan ternyata juga diperlukan. Sulit saat perasaan bahagia berangsur menjadi sedih. Mudah saat perasaan sedih berbayar dengan kebahagiaan. Maka dari sekian cerita, ada senyum kepedihan juga air mata kemenangan. Kadang, keduanya tidak diterjemahkan demikian karena tidak semua orang perlu mengetahui kisahnya disuatu keadaan. Mana yang lebih bahagia? Tawa menyenangkan atau tangis mengharukan ? Lebih menyedihkan senyum kepedihan atau air mata tak terhentikan ? Kenapa pula harus dibandingkan… Pada buku goodbye, things! Fumio Sasaki berkata, “Kebahagiaan yang mampu kita rasakan nempunyai batas;” Tapi, apa mungkin beberapa masih tidak menyadari tentang hal itu? Hingga suatu kebahagiaan dapat berujung pada kehilangan yang lepas kendali. Rasa bahagia, sangat mudah membuat kita lupa tentang waktu dan Sang Pencipta. Saat bahagia, kita bisa jadi tidak kehilangan apa-apa, melainkan diri sendiri. Seolah-olah yang dirasakan hanya kebahagiaan hingga jiwa k...